Friday, November 1, 2013

Para Perintis TI Indonesia (Bagian 1)

Ilustration

         Cikal bakal teknologi informasi (TI) Indonesia hingga berkembang pesat pada masa kini tentu tak lepas dari peran sumber daya manusia (SDM) yang membawa dan memelopori kehadirannya negeri ini. Indonesia di era 1970-an merupakan negara yang baru akan berkembang, dan TI baru mulai diperkenalkan di Indonesia, serta didominasi instansi pemerintah seperti Pertamina dan Pemda DKI Jakarta. Siapa sajakah yang berperan dalam sejarah perkembangan TI di Indonesia?
Secara umum, pada saat TI baru dikenal di negeri ini, daya beli masyarakat dan swasta nasional masih sangat lemah. Waktu itu, sebuah instalasi komputer dapat berharga jutaan dollar, menempati ruangan yang besar, serta membutuhkan listrik dan pendinginan yang besar. Teknologi komunikasi data pada saat tersebut bekisar antara 50 – 300 baud. Jika merunut angka sejarah, TI Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupannya pada dekade 1980-an. Satu persatu sejumlah nama yang membawa segala hal berbau computer atau TI mulai bermunculan. Inilah sejumlah nama yang berhasil dihimpun.

Jusuf Randy, Pakar Komputer Pertama

Jusuf Randy   Jusuf Randy alias Mang Ucup, lahir di Bandung, 19 Juli 1942 dengan nama Nio Tjoe Siang. Dulu kala di kampungnya ia lebih dikenal dengan nama Tompel, sedangkan di Eropa dengan nama Robert TS Nio. Dia sempat dikenal sebagai pakar komputer pertama dan “juragan” komputer pertama di Indonesia. Kepiawaiannya di bidang komputer membuatnya menjadi pelopor lembaga pendidikan komputer pertama di Indonesia dengan nama Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia-Amerika (LPKIA).
Prinsip hidup “Hari ini harus lebih dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini,” dijadikan landasan untuk meraih yang terbaik dan terbesar. Hingga akhirnya Jusuf berhasil membangun kerajaan bisnis dan dijuluki juragan komputer pada masanya.
Mulanya Jusuf bekerja sebagai programmer, kemudian jadi “Programming Manager”, yang semuanya ia pelajari sendiri dari buku. Sehingga akhirnya orang mengenalnya sebagai “dukun komputer”, sebab hampir tiap permasalahan, ia selalu tahu penyelesaiannya.
Jusuf pernah membangun bisnis di Jerman, kemudian berpindah ke Inggris, dan bekerja di Rank Xerox sebagai System Analyst sampai ke Amerika Serikat dimana ia bekerja di IBM. Saat itu IBM merupakan perusahaan komputer nomor wahid dunia. Di IBM, dia bekerja sebagai Sotware Manager, dan akhirnya berpindah lagi jadi direktur di perusahaan German Data Communication.
Kini ia pun memiliki lembaga pendidikan komputer yang termasuk salah satu terbesar di Indonesia bernama LPKIA. Pertama kali didirikan tahun 1980-an di Bandung dan di Jakarta, LPKIA dahulu kerap disebut-sebut sebagai lembaga pendidikan komputer modern pertama di Indonesia, sebelum kemunculan berbagai perguruan tinggi yang menawarkan disiplin TI. Jusuf Randy sekarang memilih tinggal di Belanda dan menjadi warga negara Kincir Angin tersebut.

Jos Luhukay, Pendiri Fakultas Ilmu Komputer

Josh Luhukay   Bernama lengkap Joseph Fellipus Peter Luhukay, kelahiran Jakarta, 18 Desember 1946 ini mengawali karir sebagai staf Pusat Ilmu Komputer Universtias IndonesiaI (1972), hingga menjadi staf ahli sejumlah menteri, konsultan di sejumlah bank dan perusahaan swasta, serta menjadi dosen. Dari situ karirnya terus menanjak sebagai Kepala Laboratorium Komputer, Arsitektur dan Desain, Pusat Antaruniversitas untuk Ilmu Komputer, UI (1985) serta Kepala Program Pascasarjana bidang Komputer dan Ilmu Informasi UI (1985).
      
         Pada 1980, Jos Luhukay memperdalam ilmu komputer di University of Illinois di Urbana Champaign, Amerika Serikat hingga memperoleh gelar Ph. D. (1983). Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia mendirikan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI). “Saya menilai, perkembangan TI 99,9 % terletak di negara maju, sementara Indonesia hanya menjadi negara pemakai. Itulah yang membuat saya terdorong mendirikan Fakultas Ilmu Komputer waktu itu,” kata Jos.
Lantaran kerja ahli TI dianggap tukang, ia menyempatkan diri mengambil Ph. D. bidang Bussiness Administration, di universitas yang sama. Kedekatannya kepada ekonomi secara praktis bermula karena seringnya ia mengikuti rapat pengambilan keputusan pada Bank Niaga, tempat ia bekerja saat itu. “Sampai-sampai saya mengalami pembelokan bidang, memimpin masyarakat pasar modal, kemudian menjadi ketua pelaksana Prakarsa Jakarta yang sama sekali tidak ada TI-nya,” kenang dia. Itulah titik balik ia menjadi pakar ekonomi sekaligus salah seorang tokoh penting TI Indonesia.
TI yang dikuasainya memang bukan ilmu yang mandeg, tapi suatu disiplin ilmu yang hingar-bingar dengan teknologi yang cepat silih berganti. Dari situ Jos memiliki obsesi besar, agar bangsa ini pada abad 21 memiliki akses yang sama terhadap TI. Ia juga mengajak semuanya berpikir mengatasi imbas dari TI. “Bayangkan segala sesuatunya dapat dilakukan tanpa meninggalkan rumah, sehingga ikatan-ikatan sosial bisa pudar,” cetusnya.
            Selain Jos Luhukay, di lingkungan UI, TI dirintis seorang dosen dari Fakultas Kedokteran, yaitu Indro S. Suwandi, yang meninggal dunia pada 1986. Menurut catatan Wikibooks Indonesia, almarhum Indro Suwandi mendirikan Pusat Ilmu Komputer (Pusilkom) UI pada 1972 hanya dengan modal semangat dan idealisme. Almarhum, kemudian dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka yang memperkenalkan teknologi ini, baik di kalangan perguruan tinggi maupun industri.
Pada masa ini pula mulai dikirim 6 staf Pusilkom UI ke Amerika Serikat untuk studi lanjutan. Alumni Fakultas Teknik UI, Jos Luhukay, diantaranya dikirim ke Universitas Illinois di Urbana-Champaign (UIUC). Jos lah yang pertama mengenal teknologi internet ketika sedang melakukan berada di UIUC, dan kemudian memperkenalkannya ke Indonesia.
         Pada awal 1980-an, Pusilkom memperoleh sebuah komputer super mini Data General MV/8000 berbasis AOS/VS. Ke-32 terminal serial/current loop dari super mini tersebut menyebar di beberapa gedung kampus Salemba, sehingga dapat dikatakan merupakan cikal bakal jaringan kampus UI.
Jaringan ethernet UI mulai dibentuk ketika Jos memperoleh gelah Ph.D pada tahun 1982. Seiring dengan kepulangan ke Tanah Air pada 1983, Jos membawa oleh-oleh seperangkat komputer unix “Dual Systems 83/20″ berbasis Motorola 68000, serta server terminal ethernet “NTS” berbasis Intel 80186. Kehadiran kedua perangkat ini menandai dimulainya dua era sekaligus: “Networking” dan “Unix”. Pada saat itu, di Pusilkom UI juga terdapat sejumlah komputer mikro Apple, serta sebuah IBM XT asli.


Budiono Darsono, Pendiri Portal Berita
Budiono Darsono      Pemimpin Redaksi Detikcom, Budiono Darsono memulai karier sebagai wartawan di Koran Surabaya Post, lalu ke Majalah Tempo. Bersama beberapa teman-teman dari Tempo menggarap harian Berita Buana untuk manajemen baru, lalu menjadi Redaktur Pelaksana Tablod Detik versi Eros Djarot, pernah sebulan menjadi Eksekutif Editor Liputan6 SCTV lalu bersama Abdulrahman, Didi Nugrahadi dan Yayan Sopyan mendirikan Detik.com.
          
         Pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 1 Oktober 1960 ini adalah arsitek berdirinya situs Detikcom. Merintis Detikcom sejak 9 Juli 1998 lalu, setelah meluncurkan perusahaan yang bergerak di bidang internet, yakni Agrakom. Pertimbangannya waktu itu sangat praktis: masyarakat cenderung tidak sabar menunggu informasi dari koran pagi, atau liputan siang di televisi. Karenanya, kehadiran media online yang mampu menyajikan berita cepat dengan jangkauan global bisa menjadi sebuah solusi.
Sebagai “makluk baru” pada jaman Orde Baru, Detikcom memang tak bisa langsung dikenal dan diterima. “Modal saya hanya tiga: semangat, tape recorder, dan handy talkie,” kenang Budiono. Inilah yang membuat Budiono harus kerja siang malam untuk menset-up banyak hal pada mainan barunya itu. Mulai dari karakter wartawan agar cakap dalam membuat breaking news hingga membuat organisasi yang ramping tapi berpotensi. Juga harus menggeser imej publik bahwa sajian Detikcom bukanlah berita-berita gosip, seperti imej yang kadung melekat pada internet.
Hasilnya? Situs berita digital ini telah menjelma menjadi raksasa media maya di Indonesia hingga melahirkan banyak “pengekor.” Wartawannya yang semula hanya berjumlah satu-dua, kini telah membengkak menjadi ratusan orang.
by.Muhammad Suparman

No comments:

Post a Comment